Jumat, 17 Januari 2014
ROTAN
Sistem Klasifikasi Tumbuhan
Rotan (Calamus inops BECC) dalam sistem klasifikasi tumbuhan termasuk family Palmae, Kelas Monocotyl, Sub Divisi Angiospermae dan Divisi Spermathophyta (Anthophyta). Tumbuhan ini dikenal pula dengan nama Tohiti, namun sebutan rotan telah umum digunakan oleh masyarakat tradisional di berbagai daerah. Penyebaran rotan cukup luas meliputi 5 pulau besar di Indonesia.
Morfologi dan Fisiologi
Membedakan rotan dari jenis yang lain tidak terlalu sulit, namun membedakan antar jenis rotan bukan perkara yang mudah. Saat masih anakan, morfologi yang ditampilkan masing-masing spesies rotan relatif mirip, sehingga terkadang 2 rotan diidentifikasi memiliki jenis yang sama padahal keduanya berbeda. Perbedaan ciri fisik baru tampak jelas setelah rotan menginjak umur dewasa. Apalagi setelah rotan mulai berbuah, identifikasi jenis lebih mudah lagi dilakukan. Identifikasi rotan dapat dilakukan dengan melihat morfologi daun, gerigi pada daun, pola sebaran daun, pola sebaran duri, warna duri, batang, bunga dan buah.
Calamus inops dapat dikenali dengan melihat ciri-ciri tersebut. Rotan jenis ini memiliki garis tengah sekitar 15 mm, dengan buku-buku yang menonjol. Panjang ruas 20 sampai dengan 35 cm. permukaannya kuning mengkilat dengan gelang-gelang bertanda kelam tajam melingkari buku-bukunya. Inti rotan berwarna kuning gading. Jenis ini liat, bingkas, agak keras, tetapi tidak begitu mudah dibelah-belah dan merupakan salah satu contoh rotan yang diperdagangkan (Heyne, 1987).
Fase Pertumbuhan Rotan (Calamus inops)
Saat masih anakan, rotan inops tumbuh soliter dengan karakteristik fisik yang mirip dengan kelapa atau aren. Hanya saja tangkai daunnya lebih kecil. Warnai tangkai hijau muda dan ditumbuhi duri-duri yang relatif masih jarang. Inti rotan yang menjadi batang utama belum terbentuk, hanya daun-daun yang muncul dari pangkal rotan menjulur ke segala arah. Ketinggian anakan ini kurang dari 1 meter.
Setelah agak dewasa, timbul perubahan fisik organ-organ yang dimiliki. Warna daun menjadi agak hijau tua, dengan tangkai yang memanjang. Kemudian rotan membentuk rumpun dengan tumbuhnya beberapa anakan baru dari pangkal batang. Di tengah-tengah rumpun muncul batang inti yang dapat tumbuh memanjang dengan cepat. Batang inilah yang nantinya dipanen ketika rotan telah cukup umur. Dalam satu rumpun bisa tumbuh beberapa batang inti. Di Hutan Pendidikan Tetangge dapat dijumpai pada salah satu rumpun ada yang memiliki batang inti hingga mencapai lebih dari 20 batang tiap rumpunnya.
Duri-duri yang tumbuh di batang dan daun juga mengalami perubahan fisik. Semakin tua umur rotan, duri yang tumbuh semakin rapat. Ukurannya pun menjadi lebih besar dan warnanya menjadi lebih gelap. Apabila dicermati dengan seksama, pola duri yang tumbuh pada daun dan batang ternyata berbeda. Pada batang, duri mengelompok hingga mencapai 10 duri tiap kelompoknya dengan formasi duri menjari. Sebaran kelompok duri ini agak teratur membentuk ruas-ruas pada batang. Sedangkan duri pada daun lebih jarang dimana tiap kelompoknya terdiri atas 1, 2 atau 3 duri. Pada pangkal daun duri cukup rapat, namun makin ke ujung formasinya makin jarang.
Pada rotan yang sudah tua, batang inti tumbuh merambat pada pohon yang tumbuh di sekitarnya. Pohon inang ini berfungsi untuk menunjang pertumbuhan memanjang rotan sehingga rotan dapat memperoleh lebih banyak sinar matahari. Pertumbuhan memanjang terus berlangsung hingga mencapai ketinggian lebih dari 20 meter, sedangkan pertambahan ukuran diameter tetap terjadi meskipun kurang signifikan. Tingkat kedewasaan rotan juga ditandai dengan tumbuhnya buah pada batang.
SAGU
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji yang telah cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan yang memiliki sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok.
Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan Pangloli dalam Bintoro, 2008). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan menempati urutan ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2009).
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung atau padi satu hektar.
Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti jepang menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati sagu mengandung 84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa (Wiyono dan Silitonga dalam Bintoro, 2008). Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total batang sagu yang termanfaatkan.
Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan Pangloli dalam Bintoro, 2008). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan menempati urutan ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2009).
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung atau padi satu hektar.
Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti jepang menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati sagu mengandung 84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa (Wiyono dan Silitonga dalam Bintoro, 2008). Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total batang sagu yang termanfaatkan.
Pertumbuhan Tanaman Sagu
Tanaman sagu merupakan tanaman yang berkembangbiak dengan meng-hasilkan anakan. Dalam satu indukan tanaman sagu mampu menghasilkan anakan yang cukup banyak. Pada umur 4-5 tahun, anakan sagu mulai membentuk batang, kemudian pada sekitar batang bagian bawah tumbuh tunas-tunas yang berkembang menjadi anakan (sucker) (Bintoro, 2008). Flach (1983) dalam Bintoro (2008) mengatakan, pada kondisi tanaman yang baik setiap 3-4 tahun dua anakan akan berkembang menjadi pohon.Seperti tumbuhan pada umumnya, tanaman sagu melewati periode per-tumbuhan vegetatif dan generatif. Periode vegetatif diawali dengan fase pertumbuhan anakan atau semaian, selanjutnya memasuki fase sapihan yaitu telah muncul sistem perakaran pada anakannya.
Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan yang biasa disebut dengan fase tiang yaitu anakan telah tumbuh mandiri dan telah membentuk pelepah daun yang keras. Setelah melewati fase tiang, tanaman sagu mulai membentuk batang, fase tersebut dinamakan fase pohon. Pada fase pohon tanaman sagu telah memiliki tinggi >5 m.
Fase pohon menjadi batas antara periode vegetatif dengan periode generatif. Pada awal periode generatif dimulai dengan fase masak tebang, selanjutnya tanaman sagu akan melalui fase putus duri, yang pada saat tersebut sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Fase berikutnya adalah fase daun pendek ?maputi?.
Pada fase tersebut tanaman sagu sudah siap untuk dipanen batangnya. Beberapa fase berikutnya adalah fase jantung ?maputi masa?, sirih buah, dan terakhir fase lewat masak tebang, yang pada saat tersebut tanaman sagu melewati masa pembentukan bunga hingga berbuah dan mati.
Penanaman Sagu
Penanaman sagu dilapangan sebelumnya telah melalui proses persemaian terlebih dahulu. Persemaian dilakukan selama 3 bulan dan dilakukan di kanal dengan menggunakan rakit yang terbuat dari pelepah sagu atu rangka bambu. Sebelum dilakukan persemaian, bibit sagu dipangkas daunnya terlebih dahulu dengan ke-tinggian pangkas 30-50 cm dari banir (bonggol).Fungsi dari pemangkasan adalah agar evaporasi dapat ditekan dan untuk mempercepat pemunculan calon tunas pertama yang selanjutnya akan menjadi daun. Selain itu bibit perlu dicelupkan kedalam larutan fungisida untuk mencegah timbulnya cendawan selama persemaian.
Setelah 3 bulan dipersemaian bibit diangkut dan dipindahkan ke lapangan tempat dilakukanya penanaman. Pada penanaman dilapangan, terlebih dahulu di-lakukan pengajiran hal ini dimaksud untuk menandai tempat dibuatnya lubang tanam beserta penentuan jarak tanam. Jarak tanam antar ajir 10 m x 10 m bila pada kebun diusahakan sistem tanam monokultur, tetapi bila diusahakan dengan tumpang sari jarak tanam yang digunakan antar ajir 10 m x 15 m (Bintoro, 2008).
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, tetapi kedalaman lubang tanam yang ideal adalah ketika lubang tanam telah menncapai permukaan air tanah. Dalam maksimum dari lubang tanam yang dibuat ? 60 cm.
Bibit sagu segera ditanam setelah selesai pembuatan lubang, pada bagian rhizome yang dipotong harus ditutup dengan tanah agar tidak terkena serangan hama dan penyakit. Daun yang baru tumbuh juga pucuk daun dipotong agar tidak terjadi kerusakan atau patah. Abut yang telah ditanam diberikan dua potong kayu yang berfungsi sebagai penguat abut agar tidak hanyut bila terjadi penggenangan.
Daun dan Fungsinya
Daun merupakan salah satu organ yang dimiliki tanaman yang bermanfaat untuk melakukan sebagian besar kegiatan pengubahan ikatan-ikatan kimia sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Daun memiliki stomata dan klorofil yang berfungsi saat daun akan melakukan fotosintesis. Klorofil atau biasa disebut dengan zat hijau daun, menjadi bagian dari daun yang menyerap radiasi matahari. Agar dapat memanfaatkan radiasi matahari secara efisien, tanaman budidaya harus dapat menyerap sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan fotosintesisnya yang hijau.
Spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien.
Perkembangan luas daun pada tanaman budidaya menyebabkan peningkatan penyerapan cahaya oleh daun. Penyerapan radiasi tersebut dipengaruhi oleh indeks luas daun pada tanaman (Leaf Area Index). Indeks luas daun menunjukan rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati oleh tanaman budidaya. Daun menyerap cahaya matahari secara langsung maupun tidak langsung.
Daun-daun sebelah atas menerima radiasi langsung dan radiasi difusi, sedangkan daun-daun yang lebih bawah dalam tajuk menerima sebagian kecil radiasi langsung. Radiasi tidak langsung menjadi lebih nyata disebabkan oleh radiasi yang dipancarkan melalui daun-daun dan direfleksikan dari tanaman serta permukaan tanah.
Daun juga menjadi salah satu pintu keluarnya air dari dalam tanaman, yaitu melalui proses transpirasi. Transpirasi merupakan proses penguapan air yang terjadi pada tumbuhan disiang hari. Transpirasi melalui daun terjadi apabila air berdifusi melalui stomata.
Kamis, 16 Januari 2014
DAMAR
Klasifikasi Tanaman Damar
. Damar adalah salah satu hasil hutan non kayu yang sudah lama dikenal, yaitu suatu getah yang merupakan senyawa polysacarida yang dihasilkan oleh jenis-jenis pohon hutan tertentu. Sampai saat ini damar cukup banyak digunakan orang antara lain untuk bahan vernis, bahan penolong dalam pembuatan perahu dan yang terpenting adalah sebagai pembungkus kabel laut/ tanah. Damar dihasilkan oleh jenis-jenis pohon dari genus: Hopea, Balonocarpus, Vatica, Canoriurn, dan Agathis.
Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis pohon hutan, merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia Tenggara. Spesimen resin dapat ditemukan di situs-situs prasejarah, membuktikan bahwa kegiatan pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan.
Hutan-hutan alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis resin. Terpentin (resin Pinus) dan kopal (resin Agathis) pernah menjadi resin bernilai ekonomi yang diperdagangkan dari Indonesia sebelum Perang Dunia II. Damar adalah istilah yang umum digunakan di Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar.
Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding kopal atau terpentin.Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh berbeda
Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka. Gumpalan-gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali tanah di sekeliling pohon. Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya terdapat banyak sekali damar batu.
Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides.
Tak banyak yang tahu tentang damar. Padahal, dari pohon damar bisa diambil banyak manfaat. Kayu pohon damar bisa dipakai untuk perahu boat. Kekuatannya tangguh, tapi memiliki bobot yang ringan. Batangnya yang tegak lurus itulah membuat kayu dari pohon damar pun banyak yang lurus-lurus. Sedangkan daunnya lebar, lonjong tapi pipih.
Biasa kayu pohon damar juga dijadikan bahan pembuat kertas, alat rumahtangga, alat musik dan alat olahraga. Dalam bahasa ahli bangunan, kualitas kayu pohon damar termasuk kualitas IV, dan kekuatannya kelas III. Sedangkan getahnya bisa diambil untuk bahan cat, kosmetik, plastik, vernis, bahkan korek api.
Tumbuhnya damar ada Sebagian besar tumbuh di hutan primer. Itu antara lain banyak ditemukan di kawasan hutan Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian Jaya. Memiliki rata-rata ketinggian 50 meter, diameternya rata-rata 2 meter.Yang paling diburu orang dari damar adalah getahnya. Getah damar ini mengandung unsur kimia resin yang juga bisa berkasiat untuk obat gosok. Selain itu juga bisa dipakai untuk bahan pengawet binatang bahkan tumbuh-tumbuhan.
Ada beberapa jenis getah damar yang menjadi buruan orang, yakni damar mata kucing, damar batu, damar hitam dari jenis meranti, juga damar resak. Saat ini, jenis-jenis itu yang banyak dimanfaatkan orang adalah jenis damar batu dan mata kucing yang merupakan salah satu produk andalan ekspor Lampung.
. Damar adalah salah satu hasil hutan non kayu yang sudah lama dikenal, yaitu suatu getah yang merupakan senyawa polysacarida yang dihasilkan oleh jenis-jenis pohon hutan tertentu. Sampai saat ini damar cukup banyak digunakan orang antara lain untuk bahan vernis, bahan penolong dalam pembuatan perahu dan yang terpenting adalah sebagai pembungkus kabel laut/ tanah. Damar dihasilkan oleh jenis-jenis pohon dari genus: Hopea, Balonocarpus, Vatica, Canoriurn, dan Agathis.
Klasifikasi Damar
Hutan-hutan alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis resin. Terpentin (resin Pinus) dan kopal (resin Agathis) pernah menjadi resin bernilai ekonomi yang diperdagangkan dari Indonesia sebelum Perang Dunia II. Damar adalah istilah yang umum digunakan di Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar.
Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding kopal atau terpentin.Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh berbeda
Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka. Gumpalan-gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali tanah di sekeliling pohon. Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya terdapat banyak sekali damar batu.
Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides.
Tak banyak yang tahu tentang damar. Padahal, dari pohon damar bisa diambil banyak manfaat. Kayu pohon damar bisa dipakai untuk perahu boat. Kekuatannya tangguh, tapi memiliki bobot yang ringan. Batangnya yang tegak lurus itulah membuat kayu dari pohon damar pun banyak yang lurus-lurus. Sedangkan daunnya lebar, lonjong tapi pipih.
Biasa kayu pohon damar juga dijadikan bahan pembuat kertas, alat rumahtangga, alat musik dan alat olahraga. Dalam bahasa ahli bangunan, kualitas kayu pohon damar termasuk kualitas IV, dan kekuatannya kelas III. Sedangkan getahnya bisa diambil untuk bahan cat, kosmetik, plastik, vernis, bahkan korek api.
Tumbuhnya damar ada Sebagian besar tumbuh di hutan primer. Itu antara lain banyak ditemukan di kawasan hutan Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian Jaya. Memiliki rata-rata ketinggian 50 meter, diameternya rata-rata 2 meter.Yang paling diburu orang dari damar adalah getahnya. Getah damar ini mengandung unsur kimia resin yang juga bisa berkasiat untuk obat gosok. Selain itu juga bisa dipakai untuk bahan pengawet binatang bahkan tumbuh-tumbuhan.
Ada beberapa jenis getah damar yang menjadi buruan orang, yakni damar mata kucing, damar batu, damar hitam dari jenis meranti, juga damar resak. Saat ini, jenis-jenis itu yang banyak dimanfaatkan orang adalah jenis damar batu dan mata kucing yang merupakan salah satu produk andalan ekspor Lampung.
BAMBU
Bambu mempunyai habitus semak berumpun. Sebagian besar rumpun bambu di Indonesia adalah simpodial (percabangan dua, mengelompok). Masuk dalam famili rumput-rumputan), disebut juga rumput raksasa. Setiap rumpun terdiri dari beberapa”batang” bambu, yang biasa disebut ”Buluh”. Bambu terdiri beberapa jenis dengan sebaran hidup mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Mempunyai daya tahan yang kuat dan pertumbuhan yang cepat.
Pada kondisi Indonesia kekurangan bahan baku kayu, maka bambu merupakan alternatif atau subtitusi kayu yang cukup baik, disamping bambu sudah cukup familier dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itulah akan lebih baik bila mengenal lebih jauh karakter pertumbuhan bambu agar dapat lebih mengoptimalkan budidaya, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas atau dapat mencapai tujuan budidaya yang diinginkan.
RumpunTumbuhan yang berumpun berarti mempunyai satu kesatuan individu. Berapapun banyaknya atau besarnya rumpun maka tetap tumbuhan tersebut adalah satu individu. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa :
Semua bagian tumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi fisiologi individu yang sama sebagai satu kesatuan individu.
Dalam individu tersebut berlaku ”dominasi apikal” hal ini menyebabkan sulitnya bercabang-cabang kecuali ujung pucuk atau ujung akar.
Alokasi pemanfaatan energi diprioritaskan bagi pertumbuhan bagian tumbuhan yang sedang tumbuh, hal ini menyebabkan dormansinya titik-titik tumbuh lateral lainnya.
Rebung
Pemanfaatan energi melingkupi antar batang / buluh, maksudnya energi yang dihasilkan suatu buluh bisa ditransfer ke bagian tumbuhan yang memerlukan, misalnya dalam hal ini ”rebung”
Rebung adalah cikal bakal buluh bambu yang merupakan perkembangan titik tumbuh yang akan tumbuh menjadi buluh. Istilah rebung adalah titik tumbuh yang tumbuh tunas terus sampai sebelum terbukanya seludang batang. Energi tumbuhnya rebung didukung oleh beberapa buluh generasi sebelumnya (sekitar 3 buluh sebelumnya). Oleh sebab itulah untuk menjaga agar pertumbuhan rebung tetap besar dan optimal dilarang menebang buluh sampai 3 generasi buluh sebelum rebung.
Prediksi tinggi buluh bisa dilihat dari jumlah ruas buku pada rebung dikalikan dengan rata-rata panjang ruas buku dewasa maka akan di dapatkan tinggi buluh bambu.
Titik tumbuh (meristem) pada buluh terdapat 3 yaitu meristem apikal (pucuk/ tunas), meristem lateral titik tumbuh pada ketiak daun dan meristem interkalari (melingkar pada buku). Oleh sebab itulah kalau pada pohon yang bertambah panjang adalah ujung apikalnya saja, tapi pada bambu yang menyebabkan tinggi buluh bambu adalah meristem apikal dan meristem interkalari. Setiap buku pada bambu akan bertambah panjang. Oleh sebab itulah pertambahan tinggi buluh bambu jauh lebih cepat dari pohon karena setiap bukunya bertambah panjang, selain ujung apikalnya.
Tumbuhnya rebung berikutnya dipengaruhi oleh pertumbuhan buluh bambu sebelumnya, begitu pertumbuhan buluh sebelumnya sudah mulai optimal sehingga pertumbuhan berkurang, maka alokasi penggunaan hormon tunas dalam rumpun bambu tersebut, tidak dipakai lagi untuk mendukung pertumbuhan buluh, maka akumulasi hormon tunas akan banyak terakumulasi di rebung yang berikutnya, sehingga tumbuhlah rebung tersebut, atau kita bisa mempercepat tumbuhnya rebung dengan cara memangkas buluh sebelumnya maka alokasi hormon tunas akan beralih ke rebung, tapi jumlah energi/ makanan yang harusnya di hasilkan oleh buluh menjadi tidak ada karena di pangkas, maka alokasi energi untuk rebung menjadi berkurang atau terhambat sehingga rebung akan teredumenter/ mengecil. Rebung akan cepat tumbuh tapi mengecil.
Klasifikasi Fase Pertumbuhan Buluh
Rebung adalah fase pertama pembentukan buluh. Rebung adalah titik tumbuh yang tumbuh berkembang menjadi buluh. Tahapan rebung adalah mulai dari tumbuhnya titik tumbuh sampai pada terbukanya seludang batang rebung tersebut.
Buluh muda adalah fase setelah terbukanya seludang batang sampai pertumbuhan buluh optimal meninggi tapi belum bercabang.
Buluh dewasa adalah fase mulai bercabangnya buluh sampai pertumbuhan cabang optimal, fase ini adalah fase produktivitas tertinggi pada buluh.
Buluh tua adalah fase mulai menurunnya fungsi buluh, atau menurunnya produktivitas, sebagian ditandai dengan gugurnya seludang batang, mulai tumbuhnya akar di beberapa buku bagian bawah, mulai berjamurnya buluh tua.
Klasifikasi Ukuran Diameter Buluh
Berdasarkan ukuran atau diameter buluh maka bambu dapat diklasifikasikan menjadi rumpun bambu / buluh:
Rumpun bambu / buluh besar adalah bambu yang mempunyai ukuran buluh bambu relatif besar, dengan perkiraan diameter berkisar di atas 15 cm. Produktivitas buluh rumpun bambu besar sekitar 10 – 30 buluh per tahun.
Rumpun bambu / buluh sedang adalah bambu yang mempunyai ukuran buluh bambu sedang, dengan diamter buluh sekitar 5 sampai 10 cm. Produktivitas rumpun bambu/ buluh sedang berkisar 30 – 80 buluh per tahun
Rumpun bambu / buluh kecil adalah bambu yang mempunyai ukuran buluh kecil dengan diameter di bawah 5 cm. Produktivitas buluh rumpun bambu kecil adalah 80 – 120 buluh per tahun.
Nilai nominal merupakan nilai relatif karena kenyataan dilapang sangat tergantung pada kualitas pertumbuhan rumpun bambu dan kondisi lingkungan.
WALET
Walet adalah salah satu jenis burung sangat istimewa. Liur burung walet atau sering disebut sarang burung walet berharga mahal. Banyak gedung walet dibangun untuk tempat bersarang burung walet. Banyak orang tertarik budidaya walet. Mereka berharap dapat hasil melimpah dengan panen sarang walet. Sarang walet adalah komoditas ekspor.
Mengapa sebuah gedung walet yang dibangun dengan biaya ratusan juta, bahkan lebih, kondisinya kosong tanpa walet? Apakah survey awal pemilihan lokasi tidak dilakukan secara cermat? Apakah posisi gedung ada di “belakang”? Sehingga, ibarat orang jualan, pembelinya selalu membeli barang di toko depan? Apakah ‘timing’ pembangunan gedung walet di sentra itu tidak lagi tepat atau sudah terlambat? Apakah sentra walet memang telah padat sehingga kompetisinya sangat ketat? Atau desain bangunan yang salah?
Jika kita amati di daerah sentra walet, baik di kota maupun di daerah, dari puluhan bahkan ratusan gedung walet, gedung yang “jaya” dapat dihitung secara prosentase yaitu hanya 10 %. Gedung walet yang agak produktif sekitar 30 %. Gedung yang jumlah sarang sedikit, sekitar 30 %. Sisanya yang 30 % gedung walet kosong. Fakta ini hampir terjadi di semua sentra walet.
Banyak gedung walet yang salah desain, sehingga
akhirnya walet tak mau tinggal di dalamnya. Kesalahan bisa terjadi
antara lain : ukuran pintu masuk yang sempit. Ada juga pintu masuk yang
dipasang teralis besi. Tujuannya sama :agar maling tidak bisa masuk ke
gedung. Untuk mencuri apa maling masuk gedung walet yang masih kosong?
Disini saya membahas secara tuntas dan mencari penyebab gedung walet gagal
alias tak ada walet yang mau tinggal dan berkembang biak di gedung itu.
Bagaimana solusinya? Pembahasannya, meliputi misalnya
mengenai tebal - tipisnya dinding bangunan. Semakin tebal dinding
gedung akan semakin bagus, karena panas dari luar tidak tembus sampai
dalam gedung. Namun jika dinding gedung tipis sekitar 15 cm/ setengah
batu, maka bagaimana solusi mengatasi panas matahari? Yaitu, dengan
mengecat dinding luar gedung dengan cat warna putih. Warna putih akan
menolak panas.
Sebab gedung kosong bisa pula karena akses masuk walet agak sulit, misalnya karena faktor pintu walet sangat sempit sekitar ukuran lebar 15 cm, panjang 25 cm. Sebagian orang masih beranggapan bahwa gedung walet harus gelap. Jika pintu masuk burung dibuat lebar, maka faktor cahaya banyak masuk ruangan. Apalagi jika arah pintu masuk menghadap ke barat, maka di sore hari ruangan gedung menjadi agak terang. Karena alasan inilah maka pintu masuk burung dibuat sempit untuk menekan faktor cahaya. Namun akibatnya justru merugikan, yaitu burung walet sulit masuk gedung. Akhirnya walet akan mencari gedung lain yang lebih mudah akses masuknya. Untuk mengatasi hal ini, ukuran pintu masuk walet sebaiknya dibuat sekitar lebar 40 cm panjang 60 cm. Cahaya yang masuk melalui pintu burung harus diatur dengan cara melakukan penyekatan ruangan, sebagian ruang di- sekat full sebagian yang lain di- sekat semu.
Mengapa walet kabur dari sebuah gedung? Padahal koloni walet ini sudah bertahun-tahun berbiak dengan baik. Ada seorang ibu dari Gresik mengeluhkan populasi waletnya dari tahun ke tahun terus menurun. Bayangkan, menurut informasi dari ibu Gresik itu, semula total produksi sarang waletnya mencapai 30 kg. Namun sekarang tinggal 5 kg. Kenapa bisa demikian?
Penyebab walet kabur dari sebuah gedung, bisa disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain, adanya predator, teknis panen salah, papan sirip yang lapuk dll, namun ini masih bisa dicegah atau masih bisa ditanggulangi. Faktor eksternal, misalnya, terjadinya kebakaran yang merembet ke gedung walet atau bencana gempa bumi. Akhir oktober 2008 lalu saya sengaja menikmati perjalanan darat dari Padang ke Bengkulu. Beberapa gedung walet di bangun antara lain di Painan, Kapas, Air Haji, Putri Hijau. Saat masuk Muko-Muko saya melihat beberapa gedung walet retak dan sebagian lain rusak akibat gempa bumi yang terjadi belum lama ini. Faktor ini diluar kemampuan manusia.
Di Banda Aceh dan sekitarnya, bencana tsunami telah menyebakan rusaknya
bangunan walet sehingga walet harus pindah gedung lain. Faktor eksternal yang saya ceritakan di atas adalah faktor eksternal
sesaat. Namun ada faktor eksternal yang akibatnya sangat buruk dan
mengancam perkembangan populasi walet dalam waktu yang panjang, bahkan
selamanya. Gedung yang semula produktif, lambat laun ditinggal pergi
penghuninya. Kemana waletnya? Jawabnya, regenerasi walet tak berjalan
secara baik. Walet tua akhirnya mati. Walet muda yang tersisa pindah ke
daerah lain. Sebab pokok adalah hilangnya daerah pakan, mungkin karena
industrialisasi, menyempitnya areal persawahan, gersangnya hutan, dll.
Daerah yang mulai ditinggalkan walet, antara lain
wilayah pantura pulau Jawa. Tak sedikit gedung walet di pantura yang
merosot produksinya. Populasi walet dari tahun ke tahun telah berpindah
ke daerah hijau - daerah pakan. Atas kondisi ini, maka muncul ide
membuat pakan untuk walet, berupa serangga kecil yang dihasilkan oleh
serbuk olahan. Tetapi apakah itu bisa mengatasi masalah? Cukupkah pakan
tersebut untuk memenuhi kebutuhan walet sehari-hari?
SEKIAN DAN TERIMA KASIH.. :)
Langganan:
Postingan (Atom)